Langsung ke konten utama

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga kesehatan lain

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga / staf medik lainnya di rumah sakit (dokter, dokter gigi, perawat, bidan) sudah ada selama ini walaupun kemitraan yang ada belum sebagai “mitra” tetapi Apoteker sering masih sebagai pembantu.

Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan seperti ini tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik. Peran dokter yang sangat sentral dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit dan adanya hambatan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya selama ini menyebabkan kemitraan antara Apoteker dan staf medik masih seperti disebut diatas.

Dengan perkembangan Ilmu dan Teknologi yang begitu pesat maka terjadi pula perubahan yang sangat mendasar dalam pelayanan kefarmasian yang tadinya menitik beratkan pada produk berubah dengan menitik beratkan pada pasien. Perubahan pola pelayanan kefarmasian ini dinegara-negara maju telah lama berlangsung sedangkan di Indonesia masih sangat tertinggal bahkan sering masih dalam tingkat wacana. Karena itu sangat diharapkan para profesi

Apoteker yang memang bekerja dalam pelayanan kefarmasian (farmasi rumah sakit, dan farmasi komunitas) harus berani keluar dari keterkukungannya memasuki realitas baru dalam pelayanan kefarmasian).

Pemerintah sendiri telah menyadari kenyataan ini sehingga berani mereposisi pelayanan kefarmasian setara dengan pelayanan kesehatan lainnya dengan pembentukan satu Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian di Departemen Kesehatan. Pembentukan Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian tersebut merupakan wujud pengakuan akan pentingnya pelayanan kefarmasian sebagai bagian yang menyatu dengan pelayanan kesehatan.

Pelayanan kefarmasian di Indonesia juga tidak terlepas dari pengaruh pelayanan kefarmasian di negara-negara maju termasuk di negara tetangga kita, Singapura dan Malaysia. Seperti diutarakan diatas, orientasi pelayanan kefarmasian di rumah sakit telah bergeser dari orientasi produk kepada orientasi pasien, dimana Apoteker diharapkan bertemu langsung dengan pasien. Di negara-negara maju pelayanan kesehatan telah secara spesifik dipisahkan menjadi pelayanan medik (medical care), pelayanan keperawatan (nursing care) dan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang bertujuan untuk mengobati penyakit, menghilangkan atau mengurangi gejala penyakit, menahan atau memperlambat proses penyakit dan pencegahan penyakit atau gejalanya. Ketiga profesi dokter, perawat, Apoteker harus saling mendukung dan bekerja sama dalam satu tim yang kompak tanpa ada yang merasa lebih utama dari yang lain dengan satu tujuan yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien. Ketiga pelayanan tersebut mempunyai akses langsung kepada pasien. Dengan demikian akan terjadi interaksi antara Apoteker dengan dokter, perawat dan pasien.

Kita berharap bahwa pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada peningkatan kualitas hidup pasien seperti disebut diatas dapat terwujud juga di Indonesia. Pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada produk dan penyerahan obat kepada pasien, secara bertahap dan pasti dapat ditinggalkan demi kebutuhan pasien dan Apoteker itu sendiri. Dalam era globalisasi ini yang ditandai dengan perdagangan bebas antara lain AFTA, APEC dan sebagainya, maka tidak ada lagi diskriminasi dan hambatan dalam perdagangan termasuk jasa. Hambatan hanya diijinkan dengan penerapan standar. Apoteker / pharmacist dari negara lain khususnya ASEAN akan bebas melayani di Indonesia sepanjang memenuhi standar. Khususnya dalam pelayanan kefarmasian mereka lebih siap. Oleh sebab itu para Apoteker Indonesia harus mempersiapkan diri sebelum terlambat menjadi tamu di negeri sendiri, dalam pelayanan kefarmasian baik di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemitraan antara Apoteker dan staf medik lainnya di rumah sakit ?

Komunikasi

Kemitraan timbul dari komunikasi. Tanpa komunikasi maka tidak ada kemitraan, karena Apoteker yang mengharapkan untuk dapat diterima sebagai mitra oleh staf medik lain (dokter, perawat, bidan dan dokter gigi) maka haruslah Apoteker yang aktif memulai / menyambung komunikasi. Harus diakui hambatan / barriers untuk berkomunikasi selama ini harus ditinggalkan dan mulai melangkah. Apoteker tidak dapat meminta profesi lain untuk menunggu, Tetapi haruslah Apoteker yang berlari untuk mengejar ketinggalan.

Karena itu apa yang menjadi hambatan dalam berkomunikasi selama ini harus dihilangkan dan kemampuan berkomunikasi harus ditingkatkan. Kalau selama ini lebih banyak menghadapi produk yang tidak membutuhkan komunikasi maka sekarang berubah menghadapi pasien dan tenaga medis yang kebutuhan dasarnya berkomunikasi.

Peningkatan kemampuan

Kelancaran dan keberhasilan Apoteker untuk berkomunikasi tergantung dari adanya bahan yang akan dikomunikasikan yang berguna bagi staf medik lain dan pasien. Dalam bidang kefarmasian diharapkan dan seharusnya demikian, Apoteker harus menjadi pusat informasi obat-obatan dalam segala aspek. Kalau kemampuan ini tidak ada maka kemajuan dan keberanian berkomunikasi akan lemah dan akhirnya Apoteker akan ditinggalkan dan kemitraan yang diharapkan tidak akan terjadi. Oleh sebab itu peningkatan kemampuan merupakan kunci utama untuk peningkatan kemitraan. Peningkatan kemampuan dapat dilakukan oleh tiga pihak yaitu :

a) Apoteker sendiri

b) Ikatan profesi dan

c) Perguruan Tinggi

Apoteker sendiri harus dengan disiplin yang tinggi berupaya untuk menambah kemampuan khususnya dalam bidang klinis dan ilmu kefarmasian untuk dapat berkomunikasi lebih baik dengan profesi lain. Ikatan profesi harus dapat menyusun standar pelayanan kefarmasian dan mempersiapkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan Apoteker melakukan tugasnya dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

Perguruan tinggi Farmasi di Indonesia sudah sangat berjasa mempersiapkan Apoteker khususnya dalam kemampuan pembuatan dan analisa obat, sesuai dengan peran Apoteker dalam pelayanan yang dituntut pada waktu itu. Namun tuntutan pelayanan kefarmasian telah berubah sesuai dengan perubahan ilmu pengetahuan dan visi kesehatan. Oleh sebab itu hendaknya pula kurikulum perguruan tinggi Farmasi dapat disempurnakan untuk menopang pelayanan kefarmasian seperti yang berkembang dewasa ini.

Dalam kongresnya yang ke-60, FIP telah menyerukan Good Pharmacy Education Practice seperti dituangkan dalam International Pharmacy Journal Vol. 14 No. 2, December 2000. Seruan ini berdasarkan hasil WHO Consultative Group on Preparing The Future Pharmacist tahun 1997 di Vancouver untuk mempersiapkan Apoteker siap bermitra dengan profesi lainnya dalam pelayanan kesehatan di masa mendatang.

Kembali kita diingatkan bahwa kesiapan tergantung sepenuhnya kepada kemajuan dan kemampuan para Apoteker.

Masyarakat Indonesia menunggu dan menuntut pelayanan kefarmasian yang profesional. Maukah dan mampukan kita memberikannya.

Siapkah para apoteker/pharmacist Indonesia ?

Sumber : Ditjen Binfar & Alkes

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan denga

Twitter dengan Halaman Muka baru

Buat para pecinta Twitter seperti saya , berikut ini ada berita hangat dari Twitter. Twitter mendisain ulang halaman depan bagi pengunjung baru ke Twitter.com. Jika Anda sudah terdaftar, Anda tidak akan melihat tampilan baru, kecuali jika Anda sign ou t dan refresh halaman muka.