Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Seminar Nasional Farmasi "POSITIONING Apoteker dalam penjaminan Cost-effectiveness Pengobatan di era SJSN"

Mencapai 1 Januari 2014 bukanlah waktu yang lama. Saat itu, sistem asuransi  kesehatan akan mengalami transformasi yang signifikan. Sekitar 90 juta penduduk akan ditanggunggarakamerintah. Penghematan biaya kesehatan menjadi hal yang tidak bias ditawar lagi. HARUS dilakukan!!! OBAT dalam pelayanan kesehatan sudah pasti harus juga ditekan pembiayaannya. Tidak harus selalu murah tapi harus RASIONAL penggunaannya , cost-effective, sesuai kebutuhan dan sesuai clinical pathway penyakit yang harus diatasi. Apoteker adalah profesi yang berwenang dan berkompeten dalam praktek kefarmasian, termasuk OBAT di dalamnya. Bagaimanakah gerangan apoteker bisa berperan dan memposisikan dirinya secara tepat di Era SJSN? Seperti apa clinical pathway itu? Bagaimana sistem Casemix yang akan berlaku, bias membantu kita dalam berperan lebih banyak di dunia kesehatan? Untuk menjawab pertanyaan diatas, para alumni Farmasi ITB bekerjasama dengan Sekolah Farmasi ITB  telah  berhasil melaksanakan Seminar

SK Ikatan Apoteker Indonesia no 090 tentang jasa Apoteker RS

Berita paling baru dari Ikatan Apoteker Indonesia untuk diketahui para praktisi Apoteker di Rumah Sakit. Silahkan dikomentari dan didiskusikan disini ya... SK Ikatan Apoteker Indonesia no 090 tentang jasa Apoteker RS from Nofa FFG

Apoteker Bisa Bantu Tekan Harga Obat

Apoteker  diminta memperkuat dan mendukung program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terutama dalam menekan biaya obat dengan cara menerapkan penggunaan obat secara rasional. Pasalnya, dari komponen biaya  (biaya rumah sakit, perawatan,  obat, laboratorium, dan sebagainya), obatlah yang  menempati peranan terbesar terhadap besaran biaya kesehatan. “Apoteker mempunyai otentisitas dan profesionalitas sendiri di dalam pelayanan obat-obatan dan mencegah penggunaan obat yang tidak rasional. Juga memberikan edukasi dan informasi kepada pasien atau konsumen sehingga penggunaan obatnya tepat,” kata Dirjen BinFar dan Alkes Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang, di sela-sela Seminar “Positioning Apoteker Dalam Penjaminan Cost-effectiveness Pengobatan di Era SJSN” di Jakarta, Rabu (4/4). Dijelaskannya, peran apoteker telah dimulai sejak pemilihan obat yang tepat untuk masing-masing penyakit dan kondisi pasien. Selain itu, peran  apoteker juga penting dalam memantau penggunaan o

Tanggung jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien

Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.  Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah. Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%), diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%), Siapkah apoteker Indonesia yang berkiprah di rumah sa

Hanya di Indonesia Belum Terjadi Sinergi Dokter dan Apoteker

POSISI apoteker di Indonesia memang masih dilematis. Di satu sisi sudah diakui sebagai profesi yang dilindungi undang-undang, namun di sisi lain posisinya dalam dunia kesehatan belum sepenuhnya paripurna. Menurut Ketum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Dani Pratama, hanya di Indonesia saja, dokter dan apoteker kurang bersinergi. Padahal idealnya, dokter yang mendiagnosa penyakit pasien, apoteker yang memberikan saran obat terbaik apa yang cocok diberikan kepada pasien. Meski begitu, pihaknya tetap optimistis, ke depan akan ada sinergisitas posisi antara dokter dan apoteker. Saat ini pun, sudah ada dokter dan apoteker yang seiring sejalan dalam melayani pasien. Maka itu, dia sangat yakin hal itu bisa dilakukan secepatnya. Mengingat saat ini, pihaknya juga terus melakukan komunikasi dengan organisasi profesi medis lainnya, seperti dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin). ’’Kami terus menjalin komunikasi. Baik lewat tatap muka diskusi, seminar, da