Langsung ke konten utama

Suplemen Coenzyme Q10 Mengurangi Miopati akibat Terapi Statin

Obat-obat golongan statin paling sering diberikan sebagai terapi pada pasien-pasien hiperlipidemia. Selain efektif menurunkan kadar kolesterol, statin memiliki berbagai efek pleiotropik sehingga diberikan sebagai terapi tambahan untuk penyakit-penyakit lain seperti diabetes, aritmia ventrikular, penyakit arteri perifer, kanker, osteoporosis dan depresi. Meta analisis yang pernah dilakukan terhadap beberapa penelitian acak terkontrol memperlihatkan bahwa pemberian statin secara bermakna menurunkan angka kejadian kardiovaskular.

Efek samping statin yang paling sering terjadi adalah miopati. Gejala miopati bervariasi, seperti lemah, nyeri, hingga rhabdomiolisis yang mengancam jiwa.

Sejumlah 25% pasien pengguna statin yang rajin berolah raga mengalami kelemahan pada otot, nyeri dan kram karena pemberian statin. Miopati mengganggu kualitas hidup pasien, karena mengganggu kemampuan pasien menjalankan aktifitas hidup sehari-hari seperti membuka bejana, botol, dan juga aktifitas fisik berat seperti berolah raga.

Hingga kini mekanisme terjadinya miopati akibat statin belum diketahui dengan jelas, namun diperkirakan berhubungan dengan apoptosis miofiber dan penurunan biosintesis co-enzyme Q10.

Terapi yang biasanya dilakukan dokter untuk menghilangkan gejala miopati adalah menghentikan terapi statin. Namun penghentian terapi dapat mengganggu kontrol kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Selain penghentian terapi statin, apakah terapi dengan suplemen coenzyme Q10 dapat membantu memperbaiki gejala miopati?

Dr. Giuseppe Caso dan rekan dari Stony Brook University, Stony Brook, New York, Amerika Serikat melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui apakah suplemen coenzyme Q10 dapat memperbaiki gejala miopati pada pasien yang diterapi dengan statin. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada American Journal of Cardiology edisi bulan Mei 2009.

Penelitian acak ini melibatkan 32 pasien, yang secara acak menerima terapi statin 100 mg sehari (n=18) atau vitamin E 400 IU sehari (n=16). (vitamin E dalam penelitian ini dianggap sebagai plasebo)

Penelitian memperlihatkan bahwa dari 18 pasien yang diterapi dengan co-enzyme Q10, 16 mengalami penurunan intensitas nyeri sebesar 40% (p<0,001) setelah diterapi selama 1 bulan. Dari 14 pasien yang diterapi dengan vitamin E, hanya 3 pasien yang mengalami perubahan intensitas nyeri.

Selain itu, pada pasien yang diterapi dengan coenzyme Q10 dilaporkan perbaikan intensitas nyeri yang berhubungan dengan aktifitas sehari-hari sebesar 38% (p<0,02). Perbaikan ini tidak terjadi pada pasien-pasien yang diberikan vitamin E.

Para ahli dalam penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa pemberian suplemen co-enzyme Q10 sebesar 100 mg sehari selama 30 hari dapat mengurangi gejala miopati dan memperbaiki kemampuan pasien dalam aktifitas sehari-hari.

Pada pasien yang baru diberikan statin, namun rentan terhadap defisiensi co-enzyme Q10 (seperti pada pasien usia lanjut), dianjurkan pemberian co-enzyme Q10 profilaksis sebesar 60-120 mg sehari.

Kesimpulan:
  • Pemberian suplemen co-enzyme Q10 dengan dosis 100 mg sehari selama 30 hari mengurangi gejala miopati pada pasien yang diterapi dengan statin.
  • Pada pasien-pasien yang rentan terhadap terjadinya miopati (seperti pada pasien usia lanjut), dapat diberikan terapi co-enzyme Q10 dengan dosis 60-120 mg sebagai profilaksis.

Post Permalink

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan d...

Apoteker dalam Berbagai Bahasa

Beberapa waktu lalu saya sedang iseng-iseng browsing dan blogwalking , ketemu situs yang menampilkan apoteker dalam berbagai bahasa (cuma lupa alamat situsnya). Berikut ini adalah daftar sinonim apoteker/farmasis dalam berbagai bahasa : Pharmacist Apoteker Farmatseut Pharmacien Farmacèutic APOTEKAR Lekarnik Danh tu Pharmazeut GYÓGYSZERÉSZ APTEIKER Poitigéir ECZACI Farmaceuter Farmaciisto Farmatseut Yakuzaishi Parmasyutika FARMACEUTA Apteekkari Farmacêutico Farmacista Farmacininkas FARMACEUT FARMACIST Nah, bagi yang tahu bahasa mana, silahkan beri keterangan di komentar...Atau mau menambahkan sinonim yang belum tercantum di atas ?

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat

Ini dia produk baru Ibu Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan Indonesia. Permenkes yang dikeluarkan tanggal 3 November 2008 ini menyatakan perusahaan farmasi yang tidak memiliki fasilitas distribusi tidak boleh meregistrasi usahanya. Permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat dinilai berpotensi mengakibatkan ditutupnya perusahaan-perusahaan farmasi asing . Saat jumpa pers Kebijakan Obat di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kepentingan Konsumen Kamis, 6 Nov di Jakarta, Executive Director International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjutak mengatakan bahwa ini akan mengakibatkan ditutupnya perusahaan farmasi asing, terutama 14 anggota IPMG juga ikut terancam. Dari 29 anggota IPMG, 14 di antaranya termasuk klasifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang berskala internasional. Namun, 14 perusahaan farmasi anggota IPMG tersebut tidak mempunyai fasilitas distribusi.  Beberapa poin penting dan hal baru yang perlu perlu dicermati da...