Langsung ke konten utama

Pedoman pengendalian infeksi di Rumah Sakit dari AHA dan Joint Commission

Berharap meningkatkan pengendalian infeksi di rumah sakit, kelompok petinggi epidemiologi nasional AS bersama dengan American Hospital Association (AHA) dan Joint Commission (JC), yang mengakreditasi rumah sakit, mengeluarkan rangkuman pedoman untuk mencegah enam keadaan yang mematikan.

Dukungan bersama dari asosiasi rumah sakit dan lembaga akreditasi harus memberi dukungan kekuatan pada pedoman tersebut. Wakil presiden Joint Commission Dr. Robert A. Wise mengatakan bahwa selama satu tahun mendatang, lembaga yang dipimpinnya akan meneliti pedoman yang akan ditambahkan pada pedoman akreditasi yang baku pada 2010.

Kegiatan yang disarankan, misalnya mencuci tangan sebelum memasukan kateter dan peringatan untuk tidak memakai pisau silet untuk mencukur sebelum operasi, tidak berbeda secara bermakna dibandingkan pedoman lengkap yang diterbitkan dan diperbarui selama dua dasawarsa lalu oleh tim penasihat pemerintah.

Namun para penulis mengatakan bahwa mereka telah menulis secara lebih jelas dan ringkas, dengan saran yang tidak hanya tentang apa yang harus dilakukan rumah sakit, tetapi juga tentang apa yang seharusnya tidak dilakukan serta tentang pendekatan sekunder yang perlu dicoba apabila tindakan lini pertama tidak berhasil menurunkan tingkat infeksi.

Presiden asosiasi rumah sakit yang beranggotakan 5.000 rumah sakit, Richard J. Umbdenstock mengatakan, pedoman yang dibuat selama dua tahun merupakan “kesepakatan secara profesional” yang pertama pada strategi untuk meminimalisasi infeksi. “Mulai hari ini, tim pengendalian infeksi nasional memiliki buku pedoman yang sama,” Mr. Umbdenstock mengatakan dalam konferensi pers di Washington, AS.

Kelompok lain yang membuat pedoman adalah Infectious Diseases Society of America, Society for Healthcare Epidemiology of America, dan Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology.

Para pakar epidemiologi mengakui bahwa tantangan untuk mengurangi infeksi di rumah sakit, yang dinyatakan menyerang satu dari setiap 22 pasien, bukan ketiadaan dari pedoman tetapi karena ketidakpatuhan.

Sebuah survei di rumah sakit yang dilakukan oleh Leapfrog Group pada 2007 – yang mengadvokasi mutu layanan kesehatan – menemukan bahwa 87% tidak mengikuti pedoman pengendalian infeksi secara konsisten. Penelitian menemukan bahwa separuh dari petugas rumah sakit tidak mematuhi tata-cara mencuci tangan. Dan para ahli epidemiologi di rumah sakit di seluruh negeri menemukan bahwa kebersihan dan pencegahan dapat mengarah pada penurunan tingkat infeksi secara bermakna.

“Sering kali kita tidak berhasil bukan karena ketidaktahuan tetapi karena kita tidak melaksanakannya,” dikatakan oleh Dr. Patrick J. Brennan, ketua Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee Federal, yang mendukung upaya tersebut.

Dr. Wise mengatakan lembaganya menemukan perbedaan besar pada kegiatan pengendalian infeksi di rumah sakit. “Rumah sakit yang sama dapat memasukkan kateter pusat dan memeliharanya dengan sangat baik, mungkin tidak dapat memasukkan kateter urin dengan baik,” dia mengatakan, menambahkan, “Seluruh rumah sakit adalah efektif secara sebagian. Sedikit rumah sakit yang sungguh efektif secara menyeluruh.”

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang turut mengesahkan pedoman baru, memperkirakan bahwa ada 1,7 juta kasus infeksi dalam setahun di rumah sakit, dan bahwa 99.000 pasien meninggal setelah tertular penyakit tersebut (walaupun mungkin bukan disebabkan oleh infeksi saja). Lembaga tersebut memperkirakan biaya pengobatan infeksi di rumah sakit sebanyak 20 miliar dolar AS setahun.

Dengan penelitian baru yang memberi bukti yang sangat mendesak bahwa infeksi sering tidak dapat dicegah, banyak rumah sakit menjadi lebih giat. Mereka juga didorong oleh pedoman baru dari Medicare dan perusahaan asuransi lain yang tidak mengganti tambahan biaya pengobatan pasien yang mengembangkan penyakit infeksi tertentu. Namun petugas rumah sakit mengatakan, dengan masalah yang tetap terjadi, sulit untuk menerapkan pedoman.

“Salah satu alasan rumah sakit saat ini memiliki kesulitan adalah bahwa waktu mereka membaca pedoman mereka membaca begitu banyak,” Dr. Wise mengatakan. “Ada ribuan petunjuk dan mereka tidak begitu tahu apa yang harus dilakukan.”

Enam keadaan yang dicakup dalam pedoman tersebut, yang mempunyai 16 halaman, adalah infeksi aliran darah yang terkait dengan kateter pusat, pneumonia terkait ventilasi, infeksi saluran kencing terkait kateter, infeksi pada luka operasi, Methicillin-resistant Staphylococcus aureus atau MRSA, dan Clostridium difficile, sebuah bakteri usus.

Dr. David C. Classen ahli epidemiologi dari Universitas Utah dan penulis utama mengatakan, tim penelitinya melakukan survei dan meneliti pedoman yang ada saat ini sebelum menentukan kegiatan yang memiliki dasar ilmiah. Beberapa pedoman yang ada belum diperbarui selama beberapa tahun, Dr. Classen mengatakan.

Di antara beberapa tambahan adalah saran bahwa pasien yang memakai alat pernapasan ditempatkan di tempat tidur rumah sakit yang ditinggikan dan diberi perawatan antiseptik oral secara rutin.

Kelompok tersebut tidak mengubah kegiatan baku pada pengendalian MRSA – bakteri mematikan yang resistan terhadap obat yang menyokong 19.000 kematian setahun. Pedoman tersebut menyarankan tes secara universal terhadap MRSA pada pasien waktu masuk rumah sakit – agar supaya pasien yang terinfeksi dapat dipisahkan dan dirawat dengan pengawasan khusus – hanya bila upaya yang tidak terlalu memberatkan tidak berhasil mengurangi tingkat infeksi.

Beberapa rumah sakit sangat berhasil dengan program pencegahan yang termasuk skrining secara universal. Namun para peneliti lain berpendapat bahwa mencuci tangan dan pencegahan lain mungkin cukup efektif dan lebih murah sementara merawat pasien yang terinfeksi secara lebih baik. Penulis pedoman mengatakan bahwa secara ilmiah tetap belum terbukti.

Post Permalink

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan d...

Apoteker dalam Berbagai Bahasa

Beberapa waktu lalu saya sedang iseng-iseng browsing dan blogwalking , ketemu situs yang menampilkan apoteker dalam berbagai bahasa (cuma lupa alamat situsnya). Berikut ini adalah daftar sinonim apoteker/farmasis dalam berbagai bahasa : Pharmacist Apoteker Farmatseut Pharmacien Farmacèutic APOTEKAR Lekarnik Danh tu Pharmazeut GYÓGYSZERÉSZ APTEIKER Poitigéir ECZACI Farmaceuter Farmaciisto Farmatseut Yakuzaishi Parmasyutika FARMACEUTA Apteekkari Farmacêutico Farmacista Farmacininkas FARMACEUT FARMACIST Nah, bagi yang tahu bahasa mana, silahkan beri keterangan di komentar...Atau mau menambahkan sinonim yang belum tercantum di atas ?

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat

Ini dia produk baru Ibu Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan Indonesia. Permenkes yang dikeluarkan tanggal 3 November 2008 ini menyatakan perusahaan farmasi yang tidak memiliki fasilitas distribusi tidak boleh meregistrasi usahanya. Permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat dinilai berpotensi mengakibatkan ditutupnya perusahaan-perusahaan farmasi asing . Saat jumpa pers Kebijakan Obat di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kepentingan Konsumen Kamis, 6 Nov di Jakarta, Executive Director International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjutak mengatakan bahwa ini akan mengakibatkan ditutupnya perusahaan farmasi asing, terutama 14 anggota IPMG juga ikut terancam. Dari 29 anggota IPMG, 14 di antaranya termasuk klasifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang berskala internasional. Namun, 14 perusahaan farmasi anggota IPMG tersebut tidak mempunyai fasilitas distribusi.  Beberapa poin penting dan hal baru yang perlu perlu dicermati da...