
Masih saja ahli obat ini tidak diberikan otoritas menentukan di bawah hukum federal atau negara. Tentu saja, para dokter, osteopati, dokter gigi dan dokter hewan telah mendapatkan otoritas sejak lama dan berpengalaman dalam menulis permintaan medis dan resep. Di banyak negara bagian, para praktisi ini diberikan wewenang meresepkan penuh setiap pengobatan yang tersedia, apakah masuk atau tidak lingkup prakteknya. Setiap negara bagian mempunyai hukum sendiri dalam otoritas menentukan dari praktisi lebih terspesialisasi, termasuk dokter anak, praktisi perawat, dan asisten dokter. Pada beberapa bagian, para praktisi ini mempunyai kekuatan meresepkan penuh, sementara negara bagian lain dibatasi tipe atau jadual pengobatan yang boleh diresepkan atau perlu konsensus praktek yang ketat dari para dokter. Hampir tidak ada negara bagian membolehkan apoteker/farmasis untuk meresepkan atau mengelola terapi pengobatan diluar protokol yang dikendalikan ketat untuk pengobatan yang relatif rutin.
Praktisi perawat dan asisten dokter telah berjuang panjang secara legal untuk mengubah regulasi yang mangatur praktek mereka dan otoritas menentukan. Semakin banyak peraturan diseimbangkan untuk menambah peran mereka di banyak negara bagian, kelompok ini menjelajahi peluang menjadi praktek otonomi secara independen dan tidak mengambil otoritas menentukan. Para praktisi ini menekankan perlunya pendidikan berkelanjutan sebagai bagian pengembangan peran mereka dan dibayar ketika pasien menerima peran mereka sebagai pemberi resep secara bebas dan mempercayai para praktisi ini berpengetahuan tentang pengobatan.
Apoteker adalah profesi dengan pendidikan dan pengalaman lebih dalam terapi obat. Pengembangan otoritas menentukan akan bermanfaat dalam biaya dan keamanan terapi obat. Farmasis telah berwenang memberikan beberapa pengobatan dalam peran menentukan bohongan. Seperti 'pengobatan di belakang counter' perlu farmasis untuk konsultasi dengan pasien sebelum penjualan obat yang tidak perlu resep, tapi perlu beberapa tingkat supervisi oleh pemberi layanan kesehatan. Farmasis perlu memeriksa sejarah medis pasien, pengobatan saat ini dan alergi obat sebelum memberikan pengobatan. Banyak kelompok profesional menyerukan pengembangan "hanya diberikan oleh farmasis" untuk kelas obat bebas/bebas terbatas agar akses masyarakat pada obat meningkat.
Beberapa studi telah menunjukkan hasil positif ketika farmasis terlibat langsung dalam peresepan, penyerahan dan manajemen terapi pengobatan pasien.Banyak kasus uji membolehkan farmasis secara independen menangani terapi diabetes dan perbaikan keseluruhan dalam kontrol glikemik pasien terlihat ketika otoritas menentukan diberikan kepada farmasis. Lebih lanjut, Pengurangan biaya dan penggunaan sumber layanan kesehatan juga terlihat karena komplikasi terkait diabetes dihilangkan. Hasil yang diinginkan juga dicapai ketika farmasis memimpin peran dalam peresepan dan manajemen pengobatan untuk penanganan pasien nyeri kronik. Pasien secara efektif ditangani dan biaya dikurangi ketika farmasis diberikan otoritas menentukan.
Halangan memang ada dalam otoritas menentukan para apoteker/farmasis. Diantara yang paling signifikan termasuk beban kerja dan permintaan waktu, biasanya dalam kondisi sibuk apotek. Konter apotek yang sibuk atau langsung ambil tidak memberikan keamanan atau ruang cukup untuk diskusi manajemen pengobatan. Lebih lanjut, penyedia jasa asurasnsi tidak mengkompensasi farmasis yang memberikan setiap layanan manajemen pengobatan dan menghasilkan layanan klinis yang mahal. Namun demikian, pengembangan peran klinis farmasis di rumah sakit, dalam jangka panjang, dan rawat jalan meningkatkan peluang bagi program manajemen terapi pengobatan (medication therapy management=MTM) sehingga farmasis merupakan bagian integral pemberi layanan kesehatan efektif. bahkan dalam farmasi komunitas, farmasis dapat mengakses masyarakat dan mereka dengan tenang mengakses dan memberikan konseling kepada pasien lebih mudah dibandingkan pemberi layanan kesehatan yang lain.
Apoteker/Farmasis adalah profesional medis terdidik dan terlatih baik dengan penilaian klinik yang terus berkembang dan keterampilan ilmiah yang tidak dapat disejajarkan dengan profesi medis lain. Farmasis perlu mengisi potensi mereka sebagai ahli obat dan meningkatkan nilai dan akses mutu layanan kesehatan kepada masyarakat. Profesi farmasi dan publik harus menantang bahwa farmasis 'bukan hanya tukang hitung pil' dan meminta agar para farmasis terlibat langsung dalam peresepan dan manajemen terapi medis.
Referensi :
Dole, E.J., Murawski, M.M., Adolphe, A.B., Aragon, F.D., Hochstadt, B. (2007). Provision of pain management by a pharmacist with prescribing authority. American Journal of Health-System Pharmacy, 64(1), 85-89. DOI: 10.2146/ajhp060056
Kaplan, L., Brown, M. (2004). Prescriptive Authority and Barriers to NP Practice. The Nurse Practitioner, 29(3), 28-35. DOI: 10.1097/00006205-200403000-00004
Kaplan, L., Brown, M. (2007). The Transition of Nurse Practitioners to Changes in Prescriptive Authority. Journal of Nursing Scholarship, 39(2), 184-190. DOI: 10.1111/j.1547-5069.2007.00165.x
McCann, T.V., Clark, E. (2008). Attitudes of patients towards mental health nurse prescribing of antipsychotic agents. International Journal of Nursing Practice, 14(2), 115-121. DOI: 10.1111/j.1440-172X.2008.00674.x
Wubben, D.P., Vivian, E.M. (2008). Effects of Pharmacist Outpatient Interventions on Adults with Diabetes Mellitus: A Systematic Review. Pharmacotherapy, 28(4), 421-436. DOI: 10.1592/phco.28.4.421
Saduran bebas dari Prescriptive Authority - Are Pharmacists “Write”?
Komentar