Langsung ke konten utama

Penggunaan Barkode 2D atau Serialisasi Obat dan Makanan di Indonesia dan di Dunia

Apakah serialisasi itu? serialisasi dalam farmasi adalah penandaan kemasan obat (bisa kemas primer,  sekunder atau tersier) menggunakan kode penandaan (bisa QR code/2D matrix) dimana kode penandaan tersebut terhubung dengan database dari regulator (dalam hal ini BPOM). Berbeda dengan penandaan biasa (barcode/ penandaan inkjet printer biasa) pada serialisasi penadaan terhubung dengan database obat BPOM dan informasi penandaan lengkap bisa dibaca oleh konsumen dengan scanner (Android/iPhone/alat scan). Penandaan serialisasi ini terintegrasi dengan informasi kemasan primer, sekunder bahkan tersier. Guna serialisasi ini salah satunya adalah mencegah pemalsuan obat.

Salah satu perusahaan yang sudah mengaplikasikan serialisasi (QR Code) adalah PT Kimia Farma. PT Kimia Farma baru memulai penggunaan serialisasi pada kemasan obat botol. PT Kimia Farma menggunakan aplikasi Lacaq. yang bisa didownload di Play Store. 
Pengalaman implementasi di Kimia Farma. Implementasi, simulasi produk distribusi khusus mulai produk paling susah (ARV Kimia Farma) . Tricky part dalam implementasi ini adalah Change Management. Dalam implementasi di distribusi terdapat scanning point per point, ada proses parent and child QR code. Kehawatiran dalam implementasi pasti mengarah ke biaya HPP, risiko kesalahan proses. lead time produksi dan harga obat.
Untuk koneksi dengan database BPOM maka di BPOM sendiri ada aplikasinya, jadi dari user pabrik upload data ke database untuk dikoneksikan. Saya pada awalnya mengira untk mendapatkan penomeran searah hanya dari BPOM saja tapi ternyata bisa dua arah.
Perusahaan yang sudah mengaplikasikan Barkode 2D (QR Code) adalah PT Biofarma .

Pengalaman serialisasi di  Eropa disampaikan oleh Ian Haynes. Fokus utama dari serialisasi adalah mencegah pemalsuan produk obat. Serialisasi diadopsi global mulai tahun 2010.
pastedGraphic.png
Serialisasi Dunia
Pemalsuan obat sendiri disebabkan Supply Chain dari obat tidak aman, sewaktu berpindah dari tangan satu ke tangan yang lain terdapat risiko penyelewengan.

Rantai Pasok Obat
Dapat dilihat gambar diatas terdapat jalur ilegal dibagian bawah, dikhawatirkan ada kontak antara jalur legal dengan jalur ilegal. Banyak kemungkinan kebocoran antara satu tahap dengan tahap lain di dalam distribusi obat. Oleh karena itu perlu pengamanan jalur supply chain, salah satunya dengan serialisasi.
Serialisasi pertama di dunia untuk obat dimulai di Turki. Untuk standar penandaan global yang sepakat diacu adalah GTIN, GTIN menggunakan nomer acak sehingga tidak perlu saling koordinasi dengan perusahaan lain dalam mencetak kode. Ada badan standar bernama GS1 yang dipakai di banyak negara. Untuk di Indonesia sendiri standar pengkodean obat tidak mengacu ke GTIN ataupun ke GS1. Sejauh ini BPOM hanya mensyaratkan nomer registrasi untuk serialisasi obat.
Untuk GS1 terdapat aturan2 dalam serialisasi, terdapat kode-kode angka dalam kurung pada awal kode. Dapt dilihat pada foto dibawah ini:

Serialisasi GTIN
Untuk serialisasi terdapat hierarki penandaan:

Hirarki Penandaan
Penandaan yang dianut oleh GS1 adalah 2D matrix bukan QR code.

Konsep serialisasi di dunia ada yang End to End ada juga yang track and trace.
pastedGraphic_1.png
End to End Vs Track and trace
sistem yang dianut tiap-tiap negara berbeda. Di Eropa distribusi obat kompleks (cukup banyak negara dan distributor)  sehingga disana menerapkan serialisasi End To End untuk obat, sedangkan di USA hanya 1 negara dan distributor hanya sedikit (4 buah) menganut sistem track-trace full. Pada End to end hanya dilacak pada awal distibusi dan akhir (user) saja sedangkan pada track-trace semua tahap pendistribusian terlacak.
Pada tahun 2020 diperkirakan 80% produk obat ada serilisasi. Untuk serialisasi ini tidak hanya  berkaitan dengan packaging dan bagian IT di industri farmasi tapi semuanya muali dari manufacturing sampai dengan supply chain. Untuk menerapkan serialisasi di pabrik farmasi Indonesia butuh komitmen dari top manajemen di perusahaan.
Pengawasan BPOM Berbasis Digital Menggunakan Barkode 2D, yang saya sampaikan pada tanggal 16 Agustus 2016 bisa dilihat di http://bit.ly/Barkode2D 

Semoga Bermanfaat
Salam

Nofa, S.Si. Apt
Konsultan Digital Farmasi 
HeathTech Founder 

Share/Save/Bookmark

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan d...

Apoteker dalam Berbagai Bahasa

Beberapa waktu lalu saya sedang iseng-iseng browsing dan blogwalking , ketemu situs yang menampilkan apoteker dalam berbagai bahasa (cuma lupa alamat situsnya). Berikut ini adalah daftar sinonim apoteker/farmasis dalam berbagai bahasa : Pharmacist Apoteker Farmatseut Pharmacien Farmacèutic APOTEKAR Lekarnik Danh tu Pharmazeut GYÓGYSZERÉSZ APTEIKER Poitigéir ECZACI Farmaceuter Farmaciisto Farmatseut Yakuzaishi Parmasyutika FARMACEUTA Apteekkari Farmacêutico Farmacista Farmacininkas FARMACEUT FARMACIST Nah, bagi yang tahu bahasa mana, silahkan beri keterangan di komentar...Atau mau menambahkan sinonim yang belum tercantum di atas ?

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat

Ini dia produk baru Ibu Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan Indonesia. Permenkes yang dikeluarkan tanggal 3 November 2008 ini menyatakan perusahaan farmasi yang tidak memiliki fasilitas distribusi tidak boleh meregistrasi usahanya. Permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat dinilai berpotensi mengakibatkan ditutupnya perusahaan-perusahaan farmasi asing . Saat jumpa pers Kebijakan Obat di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kepentingan Konsumen Kamis, 6 Nov di Jakarta, Executive Director International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjutak mengatakan bahwa ini akan mengakibatkan ditutupnya perusahaan farmasi asing, terutama 14 anggota IPMG juga ikut terancam. Dari 29 anggota IPMG, 14 di antaranya termasuk klasifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang berskala internasional. Namun, 14 perusahaan farmasi anggota IPMG tersebut tidak mempunyai fasilitas distribusi.  Beberapa poin penting dan hal baru yang perlu perlu dicermati da...