Langsung ke konten utama

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat

Ini dia produk baru Ibu Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan Indonesia. Permenkes yang dikeluarkan tanggal 3 November 2008 ini menyatakan perusahaan farmasi yang tidak memiliki fasilitas distribusi tidak boleh meregistrasi usahanya. Permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat dinilai berpotensi mengakibatkan ditutupnya perusahaan-perusahaan farmasi asing.

Saat jumpa pers Kebijakan Obat di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kepentingan Konsumen Kamis, 6 Nov di Jakarta, Executive Director International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjutak mengatakan bahwa ini akan mengakibatkan ditutupnya perusahaan farmasi asing, terutama 14 anggota IPMG juga ikut terancam. Dari 29 anggota IPMG, 14 di antaranya termasuk klasifikasi Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang berskala internasional. Namun, 14 perusahaan farmasi anggota IPMG tersebut tidak mempunyai fasilitas distribusi. 

Beberapa poin penting dan hal baru yang perlu perlu dicermati dari Permenkes yang baru ditandatangani tgl. 3 Nov kemarin tersebut adalah sebagai berikut:
 

Pasal 6:

Ayat (1): Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.

Ini berarti bahwa PBF sudah tidak diperbolehkan lagi untuk mengajukan aplikasi registrasi obat ke POM.

Pasal 9: Obat impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

Ini artinya bahwa untuk obat-obat copy yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri sudah tidak dapat di-impor lagi.

Pasal 10:

Ayat (1): Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri.

Ayat (2): Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup alih teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.

Ini berarti bahwa untuk impor obat-obat yang termasuk dalam kategori Pasal 9 di atas, pada LoA-nya (Letter of Authorization) harus mencantumkan statement bahwa harus ada proses alih teknologi dan setelah 5 tahun harus sudah dapat diproduksi di dalam negeri.

Ayat (3): Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) obat yang masih dilindungi paten.

Ini artinya bahwa untuk obat yang masih dalam masa perlindungan paten tidak perlu mencantumkan statement di atas pada LoA.

Pasal (12): Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau industri farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.

Ini berarti bahwa untuk registrasi obat yang masih dalam masa perlindungan paten di Indonesia kita harus memperoleh surat penunjukan dari pemegang hak paten.

Pasal (13):

(Ayat 1): Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten.

(Ayat 2): Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan hak paten.

(Ayat 3): Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, obat yang bersangkutan hanya boleh diedarkan setelah habis masa perlindungan paten obat inovator.

Ini berarti bahwa kita bisa mengajukan aplikasi registrasi obat yang masih dalam masa perlindungan paten 2 (dua) tahun dimuka sebelum masa perlindungan patennya berakhir dan obat tersebut hanya boleh dipasarkan  setelah masa perlindungan patennya berakhir.

Pasal (18):

Ayat (2): Kepala Badan melaporkan Izin Edar edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri satu tahun sekali.

Kalau yang ini sepertinya Badan POM sekarang sudah bukan lagi Badan Independen di bawah Presiden langsung, tapi sudah menjadi (lagi) bagian dari Depkes.

Pasal (22):

Ayat (2): Evaluasi kembali obat yang sudah beredar dilakukan terhadap:

a. Obat dengan resiko efek samping lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya yang terungkap sesudah obat dipasarkan.

b. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari placebo.

c. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan Hayati/bioekivalensi.

Ayat (3): Terhadap obat yang dilakukan evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), industri farmasi/pendaftar  wajib menarik obat tersebut dari peredaran.

Ini berarti bahwa Badan POM dengan alasan di atas bisa menarik kapan saja suatu produk yang sudah beredar di pasaran yang dinilai tidak memenuhi kriteria tersebut di atas terutama kriteria BE yang sekarang sedang menjadi hot issue.

Pasal 24:

Ayat (1): Bagi yang telah mengajukan permohonan dan melengkapi dokumen registrasi sebelum diberlakukannya peraturan ini tetap akan diproses sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi.

Sudah cukup jelas.

Ayat (2): Obat yang telah mendapat izin edar berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi yang habis masa berlakunya setelah ditetapkannya Peraturan ini, dapat diperpanjang untuk paling lama (2) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Peraturan ini.

Sudah cukup jelas.

Silahkan kalau ada yang mau menambahkan atau mengoreksi. Beberapa liputan media berkaitan dengan tulisan ini bisa didownload via rapidshare atau ziddu.
Buat yang mau dapat file pdf, akan saya infokan link secepatnya, bisa didownload via rapidshare atau ziddu.



Sumber : milis Fa ITB/Gun

Komentar

Anonim mengatakan…
Permisi, saya sedang menyusun database industri farmasi di Indonesia, dan mungkin mas Nofa tau, di mana saya bisa mendownload permenkes 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang distribusi obat itu dengan lengkap? Terima kasih sebelumnya.

runi
runi_indrani@hotmail.com
Anonim mengatakan…
wah mas ternyata ribet juga ya peratiurannya
Iin Ruslan mengatakan…
Ini hasil analisa Permenkes-nya dapet dari mana ya Mas?
Soal-nya kata per kata-nya persis banget dengan hasil analisa saya di Milist-nya FKR.

Salam,
Iin Ruslan - Combiphar
Stefanus Nofa mengatakan…
Bu Iin Ruslan,

Postingan saya bukan analisa saya, tapi saya cantumkan di sumbernya di bawah tulisan tersebut yaitu milis ITB.
Kalau itu adalah hasil analisis ibu, akan saya cantumkan di bagian sumbernya. Tapi kalau ibu keberatan dengan publikasi tersebut, akan saya ganti.

Terima kasih sudah mampir di blog saya.
Stefanus Nofa mengatakan…
@Runi : sudah bisa diunduh, silahkan..
@areep : pasti ribet buat yang kena dampaknya ..iya khan ?
@Iin Ruslan : Maaf Bapak Iin ternyata...Saya ada masalah dg tampilan komentar bbrp hari ini, baru bisa lihat sekarang. Blognya belum diisi ya pak ?

Postingan populer dari blog ini

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga kesehatan lain

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga / staf medik lainnya di rumah sakit (dokter, dokter gigi, perawat, bidan) sudah ada selama ini walaupun kemitraan yang ada belum sebagai “mitra” tetapi Apoteker sering masih sebagai pembantu. Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan seperti ini tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik. Peran dokter yang sangat sentral dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit dan adanya hambatan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya selama ini menyebabkan kemitraan antara Apoteker dan staf medik masih seperti disebut diatas. De

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan denga

Twitter dengan Halaman Muka baru

Buat para pecinta Twitter seperti saya , berikut ini ada berita hangat dari Twitter. Twitter mendisain ulang halaman depan bagi pengunjung baru ke Twitter.com. Jika Anda sudah terdaftar, Anda tidak akan melihat tampilan baru, kecuali jika Anda sign ou t dan refresh halaman muka.