Langsung ke konten utama

Artritis gout dan Efek Samping Alergi Alopurinol

Artritis gout adalah suatu kumpulan gejala klinis yang mempunyai gambaran khusus yaitu serangan artritis yang bersifat akut. Penyakit ini merupakan jenis penyakit rematik yang penatalaksanaannya mudah dan efektif, tetapi jika pengobatannya tidak memadai, maka akan menyebabkan destruksi (kerusakan) sendi. Kerusakan ini berkaitan dengan metabolisme asam urat, dimana terdapat peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal (> 7 mg/dL)  atau disebut hiperurisemia.

Salah satu obat yang dapat digunakan dalam menurunkan kadar asam urat pada terapi gout adalah alopurinol. Mekanisme kerja allopurinol dalam menurunkan pembentukan asam urat melalui dua jalan, yaitu :
1.Hambatan terhadap enzim XO, sehingga akan menurunkan produksi asam urat dari hypoxanthine dan xanthine.
2. Hypoxanthine dan xanthine yang tidak diubah menjadi asam urat akan meningkat dan direutilisasi (digunakan kembali) dalam siklus metabolisme purin, dan terjadi mekanisme feedback, sehingga terjadi penurunan purin. Purin merupakan senyawa heterosiklik yang terdapat dalam suatu kelompok senyawa/purine base. Yang termasuk dalam purin base adalah adenine dan guanine yang merupakan penyusun inti sel, serta hypoxanthine dan xanthine.

Efek samping utama dari alopurinol adalah hipersensitivitas. Selain rash (sekitar 2 %), dapat juga terjadi dermatitis ekfoliatif, vaskulitis dan kerusakan multi organ. Reaksi hipersensitifitas alopurinol ini sering terjadi pada pasien gagal ginjal yang mendapat terapi diuretik tiazid. 1

Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar asam urat pada pasien hipersensitif alopurinol adalah dengan obat urikosurik (seperti probenezid). Namun, apabila pasien kontraindikasi dengan urikosurik maka dapat dilakukan desensitisasi alopurinol oral.

Connie E. Taylor dan Meika A. Fang, M.D.2 melaporkan keberhasilan desensitisasi oral alopurinol pasien dengan gout tofus kronik, riwayat alergi alopurinol (pruritic truncal rash), terapi probenezid gagal, dan riwayat penyakit lainnya.
  
Hasil:
- Sampai hari ke 24 tidak terjadi rash, dispnea, wheezing.
- Eosinofil meningkat yaitu 7,6 % (normal 0-6%) sehingga diberikan difenhidramin saat terjadi pruritus rash dan injeksi efinefrin (disuntikkan sendiri) jika terjadi dispnea dan wheezing.
- Dalam 24 jam pengunaan dosis 50 mg, 1 x sehari, terjadi eritema pruritus multipel. Namun terapi tetap dilanjutkan.
- Setelah 2 minggu kemudian, rash hilang dan dosis ditingkatkan menjadi 100 mg/hari.
- Pasien dapat melewati keseluruhan tahap tanpa ada efek samping yang lebih lanjut.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adel G. Fam dkk pada 32 pasien hiperurisemia dengan erupsi makulopapular akibat alopurinol didapatkan hasil: setelah desensitisasi dilakukan, 78 % pasien dapat melanjutkan terapi alopurinol (dosis 50-100 mg/hari). Meskipun pruritus terjadi selama atau setelah desensitisasi, sebagian besar reaksi pada kulit ini dapat ditangani dengan penggunaan alopurinol dosis bertahap ataupun penyesuaian dosis.

Selain urikosurik dan desensitisasi, febuxostat (non purin xantin oksidase inhibitor) dan rekombinan urat oksidase (saat ini masih dalam penelitian) nantinya dapat menjadi alternatif pasien hipersensitif alopurinol.


Post Permalink

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga kesehatan lain

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga / staf medik lainnya di rumah sakit (dokter, dokter gigi, perawat, bidan) sudah ada selama ini walaupun kemitraan yang ada belum sebagai “mitra” tetapi Apoteker sering masih sebagai pembantu. Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan seperti ini tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik. Peran dokter yang sangat sentral dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit dan adanya hambatan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya selama ini menyebabkan kemitraan antara Apoteker dan staf medik masih seperti disebut diatas. De

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan denga

Twitter dengan Halaman Muka baru

Buat para pecinta Twitter seperti saya , berikut ini ada berita hangat dari Twitter. Twitter mendisain ulang halaman depan bagi pengunjung baru ke Twitter.com. Jika Anda sudah terdaftar, Anda tidak akan melihat tampilan baru, kecuali jika Anda sign ou t dan refresh halaman muka.