Sekolah Farmasi Keel Univerisity di Staffordshire Inggris sedang mengembangkan lingkungan virtual untuk mempraktekkan keterampilan yang sulit dilakukan di dunia nyata. Ide besar dibelakang perangkat lunak ini menggunakan avatar untuk menggambarkan manusia dan memberikan pengalaman pada pelajar untuk berinteraksi dengan pasien yang kondisinya sangat jarang atau berpotensi mengancam kehidupan jika tidak segera ditangani oleh apoteker.
Pelajar berbicara dengan 'pasien' melalui teknologi pengenalan suara atau dengan mengetikan pertanyaan pada antarmuka komputer standar dan 'pasien' merespon secara verbal atau dengan tanda non verbal untuk menunjukkan emosi seperti nyeri, stres atau takut. Pada akhir sesi 'pasien' diberi umpan balik untuk berlatih mengenai kondisi mereka.
Pasien virtual dapat digunakan suntuk menjelajahi sejumlah kondisi berbeda, termasuk dispepsia dan hipertensi. Kasus dapat didisain untuk menunjukkan pada para pelajar faktor-faktor yang secara klinis bermakna, saat etnis, umur, gender relevan dengan penanganan pasien.
Tim universitas Keele saat ini mengerjakan proyek 50 ribu ponsterling untuk Monash University, Australia, untuk mengembangkan 1 set avatar bagi program farmasi sarjana. Mereka juga mengembangkankan 'dokter virtual' untuk membantu memberikan training bagi para medical respresentative (medrep).
Lihat video mengenai proyek konsultasi virtual.
Saya hanya membayangkan suatu saat di Indonesia bisa saja diterapkan seperti ini, mungkin tidak akan lama lagi. Apakah program TATAP (Tiada Apoteker Tiada Pelayanan) masih akan berlaku ?
Bagaimana menurut Anda ?
Dunia Farmasi: Blog/Web yang mengomentari tulisan ini
Pelajar berbicara dengan 'pasien' melalui teknologi pengenalan suara atau dengan mengetikan pertanyaan pada antarmuka komputer standar dan 'pasien' merespon secara verbal atau dengan tanda non verbal untuk menunjukkan emosi seperti nyeri, stres atau takut. Pada akhir sesi 'pasien' diberi umpan balik untuk berlatih mengenai kondisi mereka.
Pasien virtual dapat digunakan suntuk menjelajahi sejumlah kondisi berbeda, termasuk dispepsia dan hipertensi. Kasus dapat didisain untuk menunjukkan pada para pelajar faktor-faktor yang secara klinis bermakna, saat etnis, umur, gender relevan dengan penanganan pasien.
Tim universitas Keele saat ini mengerjakan proyek 50 ribu ponsterling untuk Monash University, Australia, untuk mengembangkan 1 set avatar bagi program farmasi sarjana. Mereka juga mengembangkankan 'dokter virtual' untuk membantu memberikan training bagi para medical respresentative (medrep).
Lihat video mengenai proyek konsultasi virtual.
Saya hanya membayangkan suatu saat di Indonesia bisa saja diterapkan seperti ini, mungkin tidak akan lama lagi. Apakah program TATAP (Tiada Apoteker Tiada Pelayanan) masih akan berlaku ?
Bagaimana menurut Anda ?
Dunia Farmasi: Blog/Web yang mengomentari tulisan ini
Komentar