Sejak dijadikan topik seminar dengan tema Puyer: Quo Vadis? yang diselenggarakan Yayasan
Orang Tua Peduli (YOP) bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
wilayah Jakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), pembahasan puyer terus berlanjut. Dari blog dr Purnamawati, SpA(K), MMPed yang saya kutip disini, seminar yang diharapkan menjadi titik balik dunia kedokteran Indonesia untuk menata kembali pola pemberian obat agar menjadi
rasional ini dihadiri konsumen kesehatan, dokter umum, farmasis, mahasiswa
tingkat akhir dan staf pengajar FK-UI.
Beberapa dokter yang juga blogger membahas mengenai topik puyer ini dengan judul berbeda, antara lain :
1. dr Dani Iswara : Menggugat puyer tidak rasional, yang memberikan link terkait beberapa dokter yang membahas topik puyer.
2. Dokterarekcilik (belum tahu nama aslinya) yang membahas "Puyer pasti Berlalu".
Pembahasan mengenai puyer atau racikan obat, khususnya untuk anak-anak sudah pula dibahas dari sisi apoteker oleh Bapak Dani Pratomo dengan topik "Resep Racikan Apakah Sesuai CPOB"dan kembali diulas oleh beliau baru-baru ini dengan topik "Sekali lagi tentang puyer".
Saya tergelitik membahas ini karena postingan notes mbak Sisilia Pujiastuti di facebook tentang Obat racikan. Ditambah ulasan dan link video mengenai puyer yang ditayangkan RCTI tanggal 11 Februari kemarin mengenai praktek dr MJ di Cawang . Bagi yang belum nonton, silahkan lihat disini.
Jadi teringat beberapa kali saya membawa anak-anak saya sakit batuk pilek, sering diberikan obat racikan/puyer, walaupun istri saya sudah menjelaskan kepada dokter ybs bahwa anak kami akan muntah bila diberi puyer. Ada penyesalan juga mengapa saya tetap memberikan obat puyer itu pada anak-anak saya.
Saya kira sudah saatnya para dokter, apoteker, orang tua dan calon apoteker untuk STAND UP lebih menggiatkan Kampanye Anti Puyer. Mudah-mudahan rekan-rekan bisa ikut andil dalam memberikan informasi walaupun sedikit demi kepentingan keamanan pasien yang mungkin juga adalah anak-anak dan keluarga kita.
Dunia Farmasi: Blog/Web yang mengomentari tulisan ini
Orang Tua Peduli (YOP) bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
wilayah Jakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), pembahasan puyer terus berlanjut. Dari blog dr Purnamawati, SpA(K), MMPed yang saya kutip disini, seminar yang diharapkan menjadi titik balik dunia kedokteran Indonesia untuk menata kembali pola pemberian obat agar menjadi
rasional ini dihadiri konsumen kesehatan, dokter umum, farmasis, mahasiswa
tingkat akhir dan staf pengajar FK-UI.
Beberapa dokter yang juga blogger membahas mengenai topik puyer ini dengan judul berbeda, antara lain :
1. dr Dani Iswara : Menggugat puyer tidak rasional, yang memberikan link terkait beberapa dokter yang membahas topik puyer.
2. Dokterarekcilik (belum tahu nama aslinya) yang membahas "Puyer pasti Berlalu".
Pembahasan mengenai puyer atau racikan obat, khususnya untuk anak-anak sudah pula dibahas dari sisi apoteker oleh Bapak Dani Pratomo dengan topik "Resep Racikan Apakah Sesuai CPOB"dan kembali diulas oleh beliau baru-baru ini dengan topik "Sekali lagi tentang puyer".
Saya tergelitik membahas ini karena postingan notes mbak Sisilia Pujiastuti di facebook tentang Obat racikan. Ditambah ulasan dan link video mengenai puyer yang ditayangkan RCTI tanggal 11 Februari kemarin mengenai praktek dr MJ di Cawang . Bagi yang belum nonton, silahkan lihat disini.
Jadi teringat beberapa kali saya membawa anak-anak saya sakit batuk pilek, sering diberikan obat racikan/puyer, walaupun istri saya sudah menjelaskan kepada dokter ybs bahwa anak kami akan muntah bila diberi puyer. Ada penyesalan juga mengapa saya tetap memberikan obat puyer itu pada anak-anak saya.
Saya kira sudah saatnya para dokter, apoteker, orang tua dan calon apoteker untuk STAND UP lebih menggiatkan Kampanye Anti Puyer. Mudah-mudahan rekan-rekan bisa ikut andil dalam memberikan informasi walaupun sedikit demi kepentingan keamanan pasien yang mungkin juga adalah anak-anak dan keluarga kita.
Dunia Farmasi: Blog/Web yang mengomentari tulisan ini
Komentar
Kayanya mahasiswa di kalimantan perlu melakukan seminar untuk membahas ini