Langsung ke konten utama

Hari AIDS, 1 Desember 2008

HIV / AIDS

Jumlah Pasien
Jumlah orang dengan HIV positif yang pernah masuk layanan adalah sekitar 33,000 dan yang dilaporkan sebagai kasus AIDS adalah 15.136 ( sp September 2008)*

Hasil Survei Terpadu Biolpogi Perillaku (STBP 2007) yang baru diluncurkan pada bulan Oktober 2008 lalu menunjukkan tingginya prevalensi HIV pada kelompok berisiko tinggi di 8 provinsi dengan prevalensi HIV rata-rata pada kelompok Wanita Pekerja Seks adalah, 7,8% pada kelompok Penasun adalah 52,4% (dengan demikian 1 diantara 2 Penasun/pengguna napzasuntik adalah positif HIV  double burden), pada kelompok Waria adalah 32,4% dan kelompok pria berisiko tinggi (pelanggan pekerja seks) adalah 0,6%.Sedangkan proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (51,1%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (29,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (8,5%), dan yang terakhir kelompok umur 15-19 tahun yaitu sekitar 3%. *

VCT & PITC*
Setiap orang yang pernah melakukan perilaku berisiko (berhubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa pengaman, menggunakan narkoba suntik dan sering berhubungan seks anal dengan pasangan berganti) dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Konseling dan Testing HIV untuk mengetahui status HIVnya. Mengetahui staus HIV adalah merupakan pintu masuk menuju layanan pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS dan merupakan kunci untuk memutus mata rantai penularan HIV.

VCT dan PITC merupakan pendekatan yg saling melengkapi unt menjangkau lbh bnyk sasaran yg tahu status HIV nya. Keduanya tetap memegang 3 prinsip dasar Testing HIV yi: consent, counseling dan confidentiality dg pendekatan yg sedikIt berbeda . Kekhususannya adalah di VCT client dtg atas dorongan dr dirinya atau atas motivasi peer/kelompoknya, kebanyakan datang dlm tahap msh asymptomatik , sdgkan pd PITC client dtg ke layanan krn keluhan kesehatannya dan dokter curiga gejala-gejala ini terkait AIDS shg perlu ditegakkan diagnosanya agar pasien dapat mengakses "prompt treatment". PITC berkembang krn pd prakteknya di RS bnyk kesakitan/kematian yg dicurigai AIDS related ttp tdk dpt ditegakkan diagnosanya -- yg menyebabkan hilangnya peluang pasien unt memperoleh pengobatan yg tepat bg penyakitnya. Lbh dini seseorang diket status hivnya mk akan terbuka akses thd layanan pencegahan dan pengobatan yg tepat unt px tsb.


Yg pertama diperkenalkan adalah VCT ttp kmd dlm pe kembangannya disadari bhw jangkauan unt mendorong orang tahu status hivnya scr sukarela ternyata sgt lambat dan tdk bisa mengimbangi laju epidemi HIV, oki dlm pertemuan di biregional Kamboja pd bln Maret th 2007 disepakati unt menggunakan kedua pendekatan ini scr bersama-sama.

Banyak negara sdh menggunakan dan menerapkannya secara harmonis dan terbukti bisa menjangkau sasaran yg lbh luas misalnya India, Thailand, Kamboja, Vietnam dll.

Program PITC ini baru mulai masuk dan mendpt perhatian dr kalangan praktisi klinis sejak tahun 2007 yg lalu, tentu saja krn msh dlm tarap pengembanga belum bisa sempurna. Depkes bekerja sama dg jejaring ikatan profesi unt menyusun SOP dan melakukan sosialisasi/pelatihan unt PITC dikalangan klinisi. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan di negara lain PITC dpt memperluas jangkauan sasaran dan meningkatkan akses thd layanan pengobatan HIV/AIDS.


Program ini sudah mulai diterapkan dan para pakar PITC dan VCT sdh bertemu dan sdg disusun juklaknya. Yg perlu diperhatikan kedepan adl PITC dilakukan unt kepentingan pasien dan hrs bisa dipertanggung jwbkan secara profesional pelaksanaanya. Mengenai test HIV tentunya menggunakan algorithm strategi 3 seperti yg sdh disepakati scr nasional dan tidak ada persiapan khusus unt ini krn prosedur sama. Yg hrs dipersiapkan adl sosialisasi/pelatihan unt para klinisi agar mrk bisa menjlnkan PITC sesuai dg tujuan yg diharapkan.

Unt konselor saat ini sdh bnyk konselor yg berlatar blkg profesi kesehatan yg sdh dilatih dan berkompeten unt melakukan layanan konselingnya. Setelah dilakukan brief intervention dan pasien setuju unt dilakukan test hiv, pemberitahuan ttg hslnya bisa dilakukan dokter yg merwat didampingi oleh konselor profesional. Agar program bisa berjalan dg mulus tentunya perlu SOP, juklak dan juknis yg jelas ttg hal ini. OKI Depkes bekerjasama dg asosiasi profesi IDI dg kolegium asosiasi dr spesialis dibwhnya, PPNI, IBI, PDGI, dan ISFI dan akan diperluas ke asosiasi lainnya. Selain itu juga diperkuat jejaring Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia . Dukungan pendanaan dialokasikan melalui dana global fund unt komponen AIDS baik di R4 dan di R8 yg akan datang .

Obat ARV* 

Obat ARV tersedia diseluruh RS rujukan HIV/AIDS (148 RS) tersebar di 22 provinsi.
Dasar pemberian obat ARV adalah berdasarkan Keputusan Presiden no 83 tahun 2004 dan diperbaharui dengan Keputusan Presiden no 6 tahun 2007 tentang Palaksanaan Paten obat-obatan Antiretroviral oleh Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 1190/Menkes/SK/X/2004 tentang Pemberian Gratis obat Tuberkulosis dan Antiretroviral untuk HIV/AIDS

Perbaikan sistem supply chain managemen dilakukan dengan penjajagan pengembangan sistem di 5 provinsi dg melibatkan berbagai mitra terkait & LSM yg ada. Tahap pertama pengembangan sistem ini akan dilakukan di Jawa Timur dan scr berthp dikembangkan di prov lain sesuai kesiapan msg-msg.*

Mulai dari tahun 2004 sampai 2008 Jumlah ODHA yang pernah masuk perawatan HIV/AIDS adalah 33.098 dan 20.855 (63%) diantaranya memenuhi syarat untuk dapat diterapi ARV tetapi hanya mendapat terapi ARV adalah 16.208 (78%) sisanya belum siap secara psikososial atau karena sebab lain. Dan sampai  saat ini yang masih dalam pengobatan ARV adalah 9.593 (59%) sedangkan yang sudah meninggal sebanyak 3.533 orang (37%). Penyebab kematian terbesar adalah karena pasien masuk ke layanan pada saat kondisi sudah sangat parah dan memprihatinkan (CD4 dibawah 50). Sasaran pengobatan  ARV tahun 2009 dihitung dengan menggunakan forecasting tool, dan kira-kira 15 persen dari estimasi jumlah orang yang terinfeksi HIV

Inovasi baru*
Mulai  th 2008 ini, pemerintah mulai memperkuat kualitas layanan pengobatan hiv/aids dg melakukan: 1>pemantauan intensif thd Early warning indicators, melakukan drug resistance threshold survey serta pemantauan drug resistance unt mengukur tingkat resistensi pd kelompok orang terifeksi yg sdh dlm pengobatan ARV. 2>Unt mengurangi masalah terkait ketersediaan dan distribusi logistik pemerintah akan memperkuat sistem manajemen pengadaaan dan pendistribusian logistik HIV juga memulai peran dan keterlibatan dinkes prov scr berthp. 3>Penguatan kapasitas laboratorium, pengembangan lab rujukan nasional hiv/aids dan external quality assurance system . 4>. Pengembangan sistem informasi AIDS scr te integrasi dg sistem informasi kesehatan. 5>.Memulai pengobatan pediatric ARV di bbrp RS yg akan dikembangkan sesuai perkembangan. 6>memperkuat program PMTCT diwilayah hotspot. 7> pengembangan kolaborasi TBHIVSecara umum, apa masalah terbesar dalam menanganai HIV/AIDS di Indonesia dan apa yg bisa dipelajari dari penanganan HIV/AIDS di negara2 lain?

Penilaian situasi
Saat ini dinegara-negara lain epidemi ADS sudah mulai menunjukkan penurunan tetapi dampak yang diakibatkan amat sangat memprihatinkan, contohnya negara Bostwana dengan penduduk sekitar 2 juta, kasus AIDS pertama kali diketemukan pada tahun 1985 dan sekarang prevalensi HIV di tingkat populasi adalah 17.5% ( kira-kira satu diantara lima penduduknya positif HIV), dan prevalensi HIV pada ibu hamil adalah 33,4% (satu diantara 3 ibu hamil positif HIV) dan umur harapan hidupnya turun hampir separuh (dari 72 tahun th 1985 menjadi 37 th pada tahun 2008 ini). Negara Botwana adalah penghasil emas dan berlian yang katanya terbesar di dunia, tetapi seluruh kekayaan negara saat ini terserap untuk pengobatan AIDS (jumlah yang diobati ARV 110.000 orang).. Epidemi AIDS di Indonesia tergolong sebagai delayed epidemic (saat yang lain sudah mulai turun, di negara kita baru mulai meningkat dengan cukup cepat, tentunya kita mempunyai peluang lebih baik karena bisa belajar dari pengalaman negara-negara lain. Yang paling penting adalah keterlibatan dan kepedulian semua pihak pemerintah, swasta dan masyaratakat untuk bersama-sama dan saling bahu membahu melakukan penanggulangan HIV/AIDS. Kita semua tahu penyebaran HIV/AIDS bisa dicegah degan partisipasi aktif dari seluruh kelompok dan lapisan masyarakat.


Ukuran keberhasilan penangan HIV/AIDS yang paling signifikan adalah menurunnya insidens (penularan baru HIV), tetapi metode pengukurannya masih cukup sulit dan relatif mahal (testing dengan menggunakan reagen tertentu yang bisa mendeteksi Antigen). Yang saat ini dipakai sebagai ukuran keberhasilan adalah indikator Universal akses yaing salah satunya adalah persentase pasien yang mendapat pengobatan ARV dan indikator MDG yaitu menurunnya insidens HIV (kasus baru) sampai 50% pada tahun 2015.

Prof Tjandra Yoga Aditama
PLT DirJen P2PL Departemen Kesehatan RI
Hari AIDS, 1 Desember 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga kesehatan lain

Kemitraan antara Apoteker dan tenaga / staf medik lainnya di rumah sakit (dokter, dokter gigi, perawat, bidan) sudah ada selama ini walaupun kemitraan yang ada belum sebagai “mitra” tetapi Apoteker sering masih sebagai pembantu. Selama ini obat dalam pelayanan kesehatan selalu disebut sebagai unsur penunjang walaupun hampir 80% pelayanan kesehatan diintervensi dengan obat. Hubungan kemitraan seperti ini tidak lepas dari sejarah pelayanan kefarmasian yang dititik beratkan pada produk (membuat, meracik) serta menyerahkan obat kepada pasien. Hubungan interaksi langsung Apoteker dengan pasien sangat jarang dan bahkan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya juga sangat kurang, padahal kemitraan dimulai dengan komunikasi yang baik. Peran dokter yang sangat sentral dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit dan adanya hambatan komunikasi antara Apoteker dengan staf medik lainnya selama ini menyebabkan kemitraan antara Apoteker dan staf medik masih seperti disebut diatas. De

IONI mobile layanan Informasi Obat yang Inovatif dari PIONAS BPOM

Sesudah sekian lama tidak mengisi blog dunia farmasi, sudah waktunya, memulai lagi tulisan seputar dunia farmasi dan kesehatan. Kita mulai dengan hasil pertemuan saya diundang Pusat Informasi Obat (PIONAS) BPOM, 28 November 2014 dalam rangka soft launching IONI (Infomatorium Obat Nasional Indonesia). Ada yang tahu dan pernah pake buku IONI sebagai referensi terpercaya dan independen mengenai obat yang beredar di Indonesia ? Hmmm...kalau banyak yang belum saya ulas sedikit dan nanti sy kasih pranala (link) untuk unduh aplikasi mobile nya yang merupakan terobosan baru PIONAS BPOM dalam upaya meningkatkan akses informasi terstandar,  demikian menurut ibu Dra. Rita Endang, Apt, MKes sebagai Plt. Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM. Menurut ibu Rita, pengembangan aplikasi IONI melalui aplikasi mobile yang sesuai kebutuhan profesi kesehatan, khususnya Apoteker, sangat mendukung bidang Informasi Obat dan Makanan PIOM dalam melaksanakan layanan informasi obat sejalan denga

Twitter dengan Halaman Muka baru

Buat para pecinta Twitter seperti saya , berikut ini ada berita hangat dari Twitter. Twitter mendisain ulang halaman depan bagi pengunjung baru ke Twitter.com. Jika Anda sudah terdaftar, Anda tidak akan melihat tampilan baru, kecuali jika Anda sign ou t dan refresh halaman muka.